Saturday, March 27, 2010

Akar Kebahagiaan

Lebih bahagia mana kira-kira, banyak harta atau minim harta? Maksud saya materi ya, uang lah. 99.99% saya yakin jawabnya banyak uang dong! Bo'ong banget kalau jawab enggak.

Ini ada contoh yang real. Sangat real karena saya tahu orangnya, sekedar buat cerminan saja.
Punya mobil bagus, tapi selalu kuatir mobilnya kenapa-kenapa. Mau pergi tanya-tanya dulu kondisi jalannya gimana, bagus nggak, parkirnya aman nggak, terus kalau orang lain yang nyetir mobilnya selalu wanti-wanti hati-hati ya kalau nyetir, inget lho belinya susah, mesti diawet-awet. Mau isi bensin, musti selalu pertamax plus, bahkan pom bensin juga mesti yang bagus, biar bisa dipercaya, biarin jauh-jauh sedikit juga.
Punya rumah besar, tapi ribet ngurusnya. Serba ingin sempurna, ingin selalu bersih, menuntut pembantu untuk kerja sempurna, ujung-ujungnya jadi nggak punya pembantu. Rumah dikunci berlapis siang malam, demi keamanan. Kalau keluar rumah juga nggak bisa tenang, takut ada apa-apa di rumah.
Punya uang lebih tetap was-was, simpan di bank takut dibobol orang, karena lagi banyak orang kebobolan. Mau dipakai, takut habis maklum usaha lagi susah, mau investasi atau bisnis, takut rugi.
Punya anak sudah mahasiswa, tapi tetap diperlakukan seperti anak TK. Karena takut anaknya salah langkah atau salah bergaul.
Bahagia? I don't think so.

Kalau yang minim mungkin contohnya lebih banyak ya. Mau ini itu susah karena nggak ada biaya, ada yang sampai jual anak atau jual diri. Malah ada yang sampai frustasi dan bunuh diri.

Saya pribadi alami juga hal-hal seperti itu.
Diberi rumah, malah sering dipusingkan hal-hal sepele. Genteng bocor, kran bocor, pipa mampat, iuran RT. Padahal dulu saya takut setengah mati kalau saya nggak punya rumah.
Ada hujan takut banjir, padahal nggak ada hujan takut kekeringan.
Punya anak ulahnya sering bikin pusing, belum lagi memikirkan biaya perawatan dan nanti agak besar sedikit, biaya sekolah. Padahal saya ingat sebelum dianugerahi anak sempat juga takut setengah mati nggak bakalan punya anak seumur-umur.
Dulu usaha gagal dan hutang menumpuk, takut setengah mati nggak bisa bayar dan takut jadi miskin. Sekarang diberi peluang dan berjuang merintis lagi tetap saja ada rasa takut gagal.

Akhirnya, saya benar-benar merasakan dan percaya kebahagiaan ada di batin, bukan di materi. Disaat kita bisa lepas tanpa beban, menerima dengan tulus dan penuh syukur apa adanya, itu adalah akarnya kebahagiaan. Waktu kita berlebih, kita bisa bersyukur dan menjadikannya manfaat, untuk kita dan orang lain. Dan waktu kita kekurangan, kita juga bersyukur dan yakin ada Yang Maha Memenuhi yang menjamin segala kebutuhan kita.
Buat saya pribadi, saya hanya akan jalani apa yang jadi tugas dan tanggung jawab saya, lalu kembalikan lagi segalanya kepada Yang Maha Memiliki, dan belajar untuk hidup tanpa beban.
Yeah I know, it's easier said than done.
Tapi saya kenal ada satu orang yang bisa seperti itu, prinsip dan gaya hidupnya benar-benar bikin saya iri, dan saya berusaha belajar darinya, tapi tetap masih sulit prakteknya. Entah kapan saya bisa seperti itu.

No comments:

Post a Comment

LinkWithin

 

Cho